Pages

Selasa, 30 Juni 2015

NIKAH



Nikah, itu yang terlintas beberapa jam lalu di pikiran ini. mungkin berhari-hari yang lalu pun selalu terlintas, tapi mencoba mengabaikannya. Yah, mencoba mengabaikan setelah pernah dari kata "pengen" banget menjadi "ogah-ogahan" karena suatu hal, suatu hal yang membuat berfikir kembali bahwa kata "nikah" terdengar simple tapi memiliki makna yang begitu dalam, karena akan melibatkan kehidupan ke depannya nanti.

Saat seseorang berkata "akan menikah tahun depan", sempat bertanya-tanya, dengan siapa gerangan dia ingin menikah.

Saat mendengar kata "nikah" pikiran ini kembali teringat percakapan aku dengan almarhumah mama, saat meminta izin ingin menikah 3 tahun lalu :

Me : "ma, aku ingin menikah nanti dengan mas ..."

Mama : "apa kamu sudah siap? apa dia sudah siap menerimamu apa adanya? kalian sudah siap lahir dan batin kalian?"

Me : *hanya bisa terdiam, mencoba memahami maksud mama*

Mama : "Na, jika kamu menikah, bukan hanya *uang panai, mahar* yang harus mas-mu itu sediakan, kamu harus tau bahwa setelah menikah nanti, duniamu tak akan sama lagi saat kamu masih sendiri, kamu akan punya lebih banyak tanggung jawab yang harus kamu penuhi :
- tanggung jawab kepada suamimu kelak (melayaninya, menghormatinya, menjaga dirimu untuknya, menjaga kepercayaannya padamu)
- tanggung jawab kepada anak-anak kalian (melahirkannya, merawatnya, membesarkannya, mendidiknya), dan masih banyak yang harus kamu lakoni seiring nanti jika kamu menikah.
- kamu adalah sekretaris dalam rumah tanggamu, kamu yang akan mengatur semua yang ada dalam rumah tanggamu, kamu adalah benteng kokoh dalam kehidupan suami dan anak-anak mu.
- saat suami lelah kamu adalah pelepas lelahnya, lepaskan lelahnya walau hanya segelas air putih.
- kamu adalah penjaga suamimu saat di atas maupun di bawah.
Dan contoh terdekat yang bisa kamu lihat adalah mama dan bapak, dan jika memang mas-mu itu benar-benar siap, mintalah datang ke mama dan bapak untuk melamarmu" kata mama mengakhiri percakapan kami.

Walau akhirnya, si mas itu tak kunjung datang hanya karena perbedaan adat huff :(

Menikah, sebagai seorang wanita, tentu sangat menginginkannya, walau pernah mengalami beberapa kegagalan dalam hal percintaan dan sempat hilang arah, tepatnya enggan membuka hati, namun seiring berjalannya waktu, hati yang terluka ini bisa menerima semua kegagalan itu sebagai cambuk untuk tetap berharap bahwa Allah mempunyai rencana yang indah di balik semua rencana yang gagal kemarin.

Tak pernah aku pungkiri, jika saat ini hati berharap "seseorang" yang namanya dalam doaku menjadi imamku, pembimbingku dan sahabat serta teman hidup sampai ajal menjemput kami.

Just hope to Allah, Allah penentu segalanya, manusia hanya merencana...aaamiiin



Kamis, 19 Februari 2015